Jelang Hari Jadi Banyuwangi ke-250, Warga Napak Tilas Petilasan Prabu Tawangalun

Banyuwangi – Menyongsong Peringatan Hari Jadi Banyuwangi yang ke-250, warga Kecamatan Kabat menggelar Napak Tilas Prabu Tawangalun. Mereka berjalan kaki sejauh 5 km dari Kantor Desa Benelan Lor, Kecamatan Kabat dan berakhir di Situs Petilasan Prabu Tawangalun, Sabtu (11/12/2021). 

Napak tilas itu diikuti ratusan warga, selain masyarakat umum peserta juga terdiri dari siswa-siswi SD hingga SLTA di wilayah Kecamatan Kabat. Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah melepas peserta napak tilas.

Kepala Desa Benelan Lor, Khairul Anam mengatakan acara ini merupakan agenda tahunan yang digelar masyarakat Kecamatan Kabat untuk menelusuri sejarah kejayaan Kerajaan Blambangan yang berpusat di wilayah Kecamatan Kabat.

Sebagaimana diketahui, di wilayah Kecamatan Kabat, dulunya merupakan salah satu pusat Kerajaan Blambangan. Puing-puing bangunan benteng peninggalan Kerajaan Blambangan ditemukan di sejumlah desa di Kecamatan ini. Salah satunya di Desa Macanputih, Desa Gombolirang, Desa Benelan Lor, termasuk desa-desa sekitarnya.

Di Desa Gombolirang juga terdapat situs petilasan Raja Blambangan yakni Prabu Tawangalun yang masih sering dikunjungi wisatawan ataupun peziarah.

“Napak tilas kali ini kami mengambil tema Ojo Kepaten Obor yang artinya jangan sampai tidak mengenal leluhur. Untuk itu, kami mengajak peserta untuk menelusuri jejak-jejak bekas berdirinya bangunan peninggalan Kerajaan Blambangan di Kecamatan Kabat ini,” ungkap Khairul Anam.

Dalam kesempatan itu, Wabup Sugirah juga me-launching Kecamatan Kabat sebagai salah satu destinasi wisata edukasi sejarah.

Dia mengatakan dengan dirilisnya Kecamatan Kabat sebagai destinasi wisata edukasi sejarah akan memperlengkap konsep wisata di Kabupaten Banyuwangi. Wisata di Banyuwangi akan makin beragam dan ini diharapkan akan bisa menjadi daya tarik sendiri. Sehingga ke depan diharapkan dapat mendatangkan banyak wisatawan dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi.

“Banyuwangi mempunyai wisata alam, wisata budaya, wisata religi, dan sekarang wisata edukasi sejarah yang ada di Kecamatan Kabat,” sebut Sugirah.

Sugirah menambahkan, guna memaksimalkan potensi wisata sejarah di Kecamatan Kabat, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terus mengidentifikasi berbagai situs penting peninggalan Kerajaan Blambangan di wilayah Kabat.

“Teman-teman dari Disbudpar sampai saat ini terus turun ke bawah untuk menggali potensi-potensi yang memiliki nilai sejarah seperti di daerah Benelan Lor, Macan Putih, dan sekitaran Kabat ini,” tambahnya.

Dia berharap setelah Kecamatan Kabat didaulat sebagai detinasi wisata edukasi sejarah, desa-desa lain lebih bersemangat menggali potensi daerahnya. “Mudah-mudahan menjadi inspirasi desa atau kecamatan lain untuk memaksimalkan potensi di daerahnya,” harapnya. (*)

Artikel ini sebelumnya telah ditayangkan pada website Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi  : banyuwangikab.go.id

Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kota Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur pulau Jawa, di kawasan Tapal Kuda, dan berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat.

Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus menjadi yang terluas di Pulau Jawa, dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km2, atau lebih luas dari Pulau Bali (5.636,66 km2).

Di pesisir Kabupaten Banyuwangi, terdapat Pelabuhan Ketapang, yang merupakan perhubungan utama antara pulau Jawa dengan pulau Bali (Pelabuhan Gilimanuk).

Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (Kecamatan Muncar, Wongsorejo, Kalipuro, Glenmore dan Kalibaru) dan suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas suku Bali, suku Mandar, dan suku Bugis. Suku Bali banyak mendiami desa – desa di kecamatan Rogojampi. Bahkan di desa Patoman, Kecamatan Rogojampi seperti miniatur desa Bali di pulau Jawa.

Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua bahasa Jawa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *